PERSOALAN transportasi yang sering dihadapi antara lain perlunya moda transportasi untuk area-area terbatas, seperti bandar udara, rumah sakit, atau kawasan wisata. Mobil atau motor konvensional dianggap tidak sesuai.
Selain ukurannya yang terlalu besar, mobil berbahan bakar premium menghasilkan gas buang sehingga dianggap tidak ramah lingkungan. Adapun motor memiliki kelemahan dari segi daya angkutnya.
Menghadapi kebutuhan ini, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui sejumlah riset yang dilakukan sejak 1995 berhasil menciptakan mobil listrik yang ramah lingkungan dan sangat sesuai daya angkutnya.
”Jantung” dari mobil listrik yang dinamai Marlip alias Marmut Listrik LIPI itu berupa sistem penggerak dengan sakelar mekanisme maju mundur (SM3) yang sudah didaftarkan patennya sejak enam tahun silam.
”Sakelar mekanisme maju mundur atau SM3 berhasil dirancang untuk menurunkan biaya sampai 10 persen, jika dibandingkan pada penggunaan beberapa solenoid yang lazim untuk sistem penggeraknya,” ujar Masrah, perancang Marlip pada Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika LIPI di Bandung.
Mudah perawatan
Solenoid merupakan komponen sistem induksi yang bekerja ketika mendapat aliran listrik dari sistem baterai, kemudian mendorong bekerjanya sistem penggerak pada motor. Pada pengembangan terakhir Marlip, Masrah memodifikasi mobil listriknya itu dengan satu solenoid saja, sedangkan fungsi tiga solenoid lainnya digantikan dengan SM3 yang lebih irit dan sedang dipatenkan.
SM3 merupakan sistem kerja manual pada mobil listrik Marlip. Mekanisme ini, selain lebih irit, juga lebih memudahkan perawatan bagi penggunanya. Ini cocok dengan tipikal masyarakat yang memiliki daya beli rendah, dilengkapi kinerja perawatan yang rendah pula.
Produksi Marlip antara tahun 2002 dan 2006 sudah dihasilkan delapan tipe untuk keperluan khusus, bukan untuk keperluan sarana transportasi di jalan umum. Ketentuan batas kecepatan maksimum untuk keperluan khusus itu di bawah 50 kilometer per jam.
”Modifikasi Marlip lebih lanjut bisa menghasilkan mobil listrik dengan kecepatan di atas 50 kilometer per jam atau menyamai sarana transportasi umum yang digunakan sekarang. Pengembangannya akan sangat bergantung pada kemauan dan kemampuan investasi,” kata Masrah.
Investasi riset terhenti
Marlip dengan delapan tipe sekarang sudah dipasarkan untuk mobil patroli polisi, mobilisasi pasien di rumah sakit, mobil golf, dan juga untuk keperluan mobil wisata. Semuanya tanpa izin khusus dari kepolisian karena batas maksimum kecepatannya hanya 40 kilometer per jam.
Menurut Mochamad Ichwan, yang baru saja melepas jabatan struktural sebagai Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika LIPI, Marlip yang diproduksi dengan delapan tipe itu mencapai jumlah 100 unit lebih. Di antaranya tersebar di setiap kepolisian daerah di Indonesia.
”Asal usul meriset mobil listrik Marlip ini pada tahun 1995. Ide awal yang mengemuka saat itu untuk mencapai gagasan masa depan di bidang transportasi dengan menggunakan teknologi hemat energi dan ramah lingkungan,” kata Ichwan.
Antara tahun 1995 dan 2000, hasil riset mobil listrik LIPI menghasilkan rancangan sistem penggerak. Sistem penggerak terus dimodifikasi hingga tahun 2002 didaftarkan patennya dengan salah satu klaim utama berupa SM3 dengan nama periset Masrah.
Ichwan mengakui, temuan sistem penggerak SM3 belumlah dapat disandingkan dengan teknologi mutakhir yang sudah diterapkan industri otomotif dunia yang lebih dulu mengarahkan produksi mobil masa depan ramah lingkungan. Namun, setidaknya Marlip dengan ”jantung” SM3 sebagai sistem penggerak yang lebih irit itu bisa menjadi embrio industri otomotif nasional yang bertumpu pada gagasan mobil hemat energi dan ramah lingkungan.
Untuk menuju komersialisasinya, menurut Ichwan, tidak ada jalan lain melalui pengembangan sebuah riset terus-menerus. Investasi riset pada tahap awal memang menjadi tanggungan pemerintah, hingga waktu tertentu selagi pihak swasta belum mampu melakukannya. Namun, sejak 2008 investasi riset untuk mobil listrik ini terhenti.
”Pengembangan riset sekarang diarahkan pada konversi (penggantian) atau konservasi (penghematan) bahan bakar berbagai peralatan seperti pada mesin diesel. Manfaatnya ke depan juga banyak, mengingat bahan bakar minyak makin terbatas,” kata Ichwan.
Embrio industri
Optimistis yang dibangun Ichwan, supaya Marlip menjadi embrio industri otomotif dalam negeri, memiliki banyak tantangan. Persaingan dengan industri otomotif internasional di era pasar bebas nanti sepertinya tidak memungkinkan, apalagi ketika melihat persoalan-persoalan mendasar di Indonesia, seperti pada pengurusan paten yang terlalu lama.
Menurut Masrah, tahapan paten Marlip pada 2009 untuk sosialisasi usulan klaim teknologi yang akan dipatenkannya. Selanjutnya, akan ditempuh uji substantif teknologi apa saja yang akan diklaim menjadi hak paten.
”Pada umumnya, paten bisa diperoleh dalam enam tahun,” ujar Masrah.
Lemahkan daya saing
Selain tantangan pada lambatnya pemrosesan paten, seperti dikatakan Ichwan, investasi riset mobil listrik yang terhenti sejak 2008 telah melemahkan daya saing Marlip. Padahal, dunia otomotif hemat energi dan ramah lingkungan sekarang terus berpacu.
Beberapa teknologi yang berkembang terkait dengan mobil listrik di dunia saat ini meliputi mobil listrik dengan baterai, mobil hibrida, mobil surya, dan mobil sel bahan bakar (fuel cell). Marlip tergolong mobil listrik yang tidak menempati posisi daya saing tinggi karena mekanisme pengisian listrik pada baterainya yang kurang fleksibel seperti pada mobil hibrida, mobil surya, atau mobil sel bahan bakar.
Kelebihan mobil hibrida dengan energi kinetik dari mesin yang digerakkan dengan bahan bakar minyak adalah bisa menyalurkan listrik langsung ke baterainya. Mobil sel surya dapat menyimpan listrik yang berhasil diubah dari sinar matahari. Kemudian mobil sel bahan bakar saat ini dipandang sebagai mobil masa depan yang paling diharapkan karena ramah lingkungan dan hemat energi dengan bahan bakar hidrogen.
Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI Jan Sopaheluwakan menuturkan, Jepang dengan pengembangan teknologi mobil sel bahan bakarnya sekarang sudah menargetkan pada tahun 2015 sebagai era mobil berbahan bakar hidrogen negaranya. Mobil-mobil yang diproduksi Jepang dan diekspor ke berbagai belahan dunia akan berubah menjadi mobil sel bahan bakar dengan bahan bakar hidrogen.
Terdapat dua alasan yang menjadikan hidrogen paling berpeluang untuk bahan bakar sarana transportasi ke depan, yaitu karena ramah lingkungan dengan limbah berupa air murni, dan secara alamiah hidrogen sangat banyak tersedia. Gas hidrogen dapat diperoleh dengan proses elektrolisa atau mengaliri listrik ke dalam air. Cara ini tidak akan mengganggu keseimbangan alam.
Bagi Ichwan dan Masrah, mereka memahami betul kesulitan dan tantangan untuk menjadikan Marlip sebagai embrio industri di dalam negeri. Namun, mereka menandaskan, Marlip hanyalah pijakan awal untuk menuju berbagai modifikasi teknologi berikutnya, termasuk menjadikannya sebagai mobil berbahan bakar hidrogen.
Sesuatu yang sekarang jarang diingat dalam sebuah pengembangan industri adalah mendapatkan pijakan awal atau landasannya yang kuat. Dalam hal ini, Marlip menjadi suatu contoh landasan pengembangan teknologi transportasi masa depan yang hemat energi dan ramah lingkungan.
BERITA TERKAIT :
Panser dan Mobil Listrik Made In Jogja
Menghadapi kebutuhan ini, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui sejumlah riset yang dilakukan sejak 1995 berhasil menciptakan mobil listrik yang ramah lingkungan dan sangat sesuai daya angkutnya.
”Jantung” dari mobil listrik yang dinamai Marlip alias Marmut Listrik LIPI itu berupa sistem penggerak dengan sakelar mekanisme maju mundur (SM3) yang sudah didaftarkan patennya sejak enam tahun silam.
”Sakelar mekanisme maju mundur atau SM3 berhasil dirancang untuk menurunkan biaya sampai 10 persen, jika dibandingkan pada penggunaan beberapa solenoid yang lazim untuk sistem penggeraknya,” ujar Masrah, perancang Marlip pada Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika LIPI di Bandung.
Mudah perawatan
Solenoid merupakan komponen sistem induksi yang bekerja ketika mendapat aliran listrik dari sistem baterai, kemudian mendorong bekerjanya sistem penggerak pada motor. Pada pengembangan terakhir Marlip, Masrah memodifikasi mobil listriknya itu dengan satu solenoid saja, sedangkan fungsi tiga solenoid lainnya digantikan dengan SM3 yang lebih irit dan sedang dipatenkan.
SM3 merupakan sistem kerja manual pada mobil listrik Marlip. Mekanisme ini, selain lebih irit, juga lebih memudahkan perawatan bagi penggunanya. Ini cocok dengan tipikal masyarakat yang memiliki daya beli rendah, dilengkapi kinerja perawatan yang rendah pula.
Produksi Marlip antara tahun 2002 dan 2006 sudah dihasilkan delapan tipe untuk keperluan khusus, bukan untuk keperluan sarana transportasi di jalan umum. Ketentuan batas kecepatan maksimum untuk keperluan khusus itu di bawah 50 kilometer per jam.
”Modifikasi Marlip lebih lanjut bisa menghasilkan mobil listrik dengan kecepatan di atas 50 kilometer per jam atau menyamai sarana transportasi umum yang digunakan sekarang. Pengembangannya akan sangat bergantung pada kemauan dan kemampuan investasi,” kata Masrah.
Investasi riset terhenti
Marlip dengan delapan tipe sekarang sudah dipasarkan untuk mobil patroli polisi, mobilisasi pasien di rumah sakit, mobil golf, dan juga untuk keperluan mobil wisata. Semuanya tanpa izin khusus dari kepolisian karena batas maksimum kecepatannya hanya 40 kilometer per jam.
Menurut Mochamad Ichwan, yang baru saja melepas jabatan struktural sebagai Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika LIPI, Marlip yang diproduksi dengan delapan tipe itu mencapai jumlah 100 unit lebih. Di antaranya tersebar di setiap kepolisian daerah di Indonesia.
”Asal usul meriset mobil listrik Marlip ini pada tahun 1995. Ide awal yang mengemuka saat itu untuk mencapai gagasan masa depan di bidang transportasi dengan menggunakan teknologi hemat energi dan ramah lingkungan,” kata Ichwan.
Antara tahun 1995 dan 2000, hasil riset mobil listrik LIPI menghasilkan rancangan sistem penggerak. Sistem penggerak terus dimodifikasi hingga tahun 2002 didaftarkan patennya dengan salah satu klaim utama berupa SM3 dengan nama periset Masrah.
Ichwan mengakui, temuan sistem penggerak SM3 belumlah dapat disandingkan dengan teknologi mutakhir yang sudah diterapkan industri otomotif dunia yang lebih dulu mengarahkan produksi mobil masa depan ramah lingkungan. Namun, setidaknya Marlip dengan ”jantung” SM3 sebagai sistem penggerak yang lebih irit itu bisa menjadi embrio industri otomotif nasional yang bertumpu pada gagasan mobil hemat energi dan ramah lingkungan.
Untuk menuju komersialisasinya, menurut Ichwan, tidak ada jalan lain melalui pengembangan sebuah riset terus-menerus. Investasi riset pada tahap awal memang menjadi tanggungan pemerintah, hingga waktu tertentu selagi pihak swasta belum mampu melakukannya. Namun, sejak 2008 investasi riset untuk mobil listrik ini terhenti.
”Pengembangan riset sekarang diarahkan pada konversi (penggantian) atau konservasi (penghematan) bahan bakar berbagai peralatan seperti pada mesin diesel. Manfaatnya ke depan juga banyak, mengingat bahan bakar minyak makin terbatas,” kata Ichwan.
Embrio industri
Optimistis yang dibangun Ichwan, supaya Marlip menjadi embrio industri otomotif dalam negeri, memiliki banyak tantangan. Persaingan dengan industri otomotif internasional di era pasar bebas nanti sepertinya tidak memungkinkan, apalagi ketika melihat persoalan-persoalan mendasar di Indonesia, seperti pada pengurusan paten yang terlalu lama.
Menurut Masrah, tahapan paten Marlip pada 2009 untuk sosialisasi usulan klaim teknologi yang akan dipatenkannya. Selanjutnya, akan ditempuh uji substantif teknologi apa saja yang akan diklaim menjadi hak paten.
”Pada umumnya, paten bisa diperoleh dalam enam tahun,” ujar Masrah.
Lemahkan daya saing
Selain tantangan pada lambatnya pemrosesan paten, seperti dikatakan Ichwan, investasi riset mobil listrik yang terhenti sejak 2008 telah melemahkan daya saing Marlip. Padahal, dunia otomotif hemat energi dan ramah lingkungan sekarang terus berpacu.
Beberapa teknologi yang berkembang terkait dengan mobil listrik di dunia saat ini meliputi mobil listrik dengan baterai, mobil hibrida, mobil surya, dan mobil sel bahan bakar (fuel cell). Marlip tergolong mobil listrik yang tidak menempati posisi daya saing tinggi karena mekanisme pengisian listrik pada baterainya yang kurang fleksibel seperti pada mobil hibrida, mobil surya, atau mobil sel bahan bakar.
Kelebihan mobil hibrida dengan energi kinetik dari mesin yang digerakkan dengan bahan bakar minyak adalah bisa menyalurkan listrik langsung ke baterainya. Mobil sel surya dapat menyimpan listrik yang berhasil diubah dari sinar matahari. Kemudian mobil sel bahan bakar saat ini dipandang sebagai mobil masa depan yang paling diharapkan karena ramah lingkungan dan hemat energi dengan bahan bakar hidrogen.
Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI Jan Sopaheluwakan menuturkan, Jepang dengan pengembangan teknologi mobil sel bahan bakarnya sekarang sudah menargetkan pada tahun 2015 sebagai era mobil berbahan bakar hidrogen negaranya. Mobil-mobil yang diproduksi Jepang dan diekspor ke berbagai belahan dunia akan berubah menjadi mobil sel bahan bakar dengan bahan bakar hidrogen.
Terdapat dua alasan yang menjadikan hidrogen paling berpeluang untuk bahan bakar sarana transportasi ke depan, yaitu karena ramah lingkungan dengan limbah berupa air murni, dan secara alamiah hidrogen sangat banyak tersedia. Gas hidrogen dapat diperoleh dengan proses elektrolisa atau mengaliri listrik ke dalam air. Cara ini tidak akan mengganggu keseimbangan alam.
Bagi Ichwan dan Masrah, mereka memahami betul kesulitan dan tantangan untuk menjadikan Marlip sebagai embrio industri di dalam negeri. Namun, mereka menandaskan, Marlip hanyalah pijakan awal untuk menuju berbagai modifikasi teknologi berikutnya, termasuk menjadikannya sebagai mobil berbahan bakar hidrogen.
Sesuatu yang sekarang jarang diingat dalam sebuah pengembangan industri adalah mendapatkan pijakan awal atau landasannya yang kuat. Dalam hal ini, Marlip menjadi suatu contoh landasan pengembangan teknologi transportasi masa depan yang hemat energi dan ramah lingkungan.
BERITA TERKAIT :
Panser dan Mobil Listrik Made In Jogja