Saturday 19 November 2011

Biofuel dari rumput laut

Biofuel Generasi Kedua, Dari Rumput dan Limbah

Kabarku. Pipa dan tangki stainless steel tersusun rapat dalam kolom setinggi 4lantai di sebuah pilot plant Pusat Penelitian Kimia, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong, Banten. Dalam struktur rumit itu, para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengubah kayu, jerami, dan rumput menjadi bahan bakar. "Pilot plant ini bagian dari tren baru dunia dalam menciptakan bioenergi dari bahan nonpangan, menghasilkan pengganti bensin generasi kedua," ujar peneliti bioetanol dari Pusat Penelitian Kimia, LIPI, Yanni Sudiyani, kepada Tempo pekan lalu.

Berbeda dengan bioetanol generasi pertama yang dihasilkan dari pati, misalnya dari tanaman singkong, tebu, atau jagung, yang teknologi prosesnya mudah. Bioetanol generasi kedua berasal dari biomassa limbah pertanian atau kehutanan. Biomassa bahan selulosa atau lignoselulosa memerlukan teknologi yang prosesnya sangat sulit karena perlu perlakuan awal atau pretreatment. Teknologi pengembangan bioetanol yang menjadi campuran bahan bakar premium generasi kedua untuk saat ini masih banyak kendala dan masih terbilang mahal. Pengembangan bioetanol dari tumbuhan ini dipicu oleh krisis energi dunia. Menipisnya cadangan minyak dunia menimbulkan kekhawatiran akan ketersediaan energi.
Data Dewan Energi Nasional (DEN) memperlihatkan selang waktu 2006 hingga 2030, permintaan energi dunia meningkat hingga 45 persen sehingga dibutuhkan sumber energi alternatif selain bahan bakar fosil. Peneliti kemudian melirik etanol sebagai bahan bakar alternatif. Etil alkohol bersifat tak berwarna, sedikit berbau, dan mudah terbakar. Pembakaran etanol menghasilkan uap air dan karbon dioksida dalam jumlah relatif lebih rendah dibanding bahan bakar fosil. Rendahnya emisi karbon etanol membuat bahan bakar ini sebagai alternatif tepat pengganti bahan bakar fosil yang dituding sebagai sumber terbesar gas rumah kaca.
Dalam satu dekade terakhir, Brasil menjadi negara paling gencar menggenjot penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif. Negara yang memproduksi seperempat suplai gula global ini menjadi contoh bagaimana bioetanol dari tebu bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan energi manusia.

Sayangnya, energi alternatif ini terhambat masalah harga. Bahan baku pembuatan bioetanol umumnya berasal dari gandum, jagung, tebu, dan kentang yang menjadi sumber utama pangan dunia. Lonjakan harga komoditas ini membuat bioetanol tak ekonomis lagi. Lignoselulosa yang berasal dari limbah berbagai tanaman pangan, berupa kayu, jerami, dan rumput, dianggap sebagai alternatif bahan baku bioenergi yang paling potensial. Dalam beberapa tahun terakhir, LIPI meneliti pemanfaatan lignoselulosa sebagai bahan baku pembuatan etanol.

Limbah rumput dan jerami kering serta kayu umumnya mengandung biomassa lignoselulosa, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Pada tumbuhan, kandungan lignoselulosa mencapai 90 persen total biomassa. Untuk memanfaatkan biomassa ini, para peneliti LIPI harus memisahkan lignin atau zat kayu yang merupakan zat pengikat senyawa lain pada tanaman. Kandungan lignin bisa mencapai 15-30 persen. Proses delignifikasi inilah yang membuat pengolahan lignoselulosa berbeda dengan bioenergi yang bersumber dari pangan.

Setelah lignin dipisahkan, selulosa dan hemiselulosa bisa difermentasi menjadi zat gula yang kemudian diubah menjadi etanol. "Ada perlakuan awal khusus untuk memisahkan lignin dari selulosa dan hemiselulosa agar menghasilkan glukosa," kata Yanni. Perlakuan awal dimulai dengan proses pencacahan bahan baku rumput, pelepah daun, dan jerami. Proses fisik ini dilakukan berulang-ulang sehingga bahan baku berubah menjadi bagian-bagian kecil.

Material yang telah halus tersebut diberi perlakuan kimia dengan asam atau basa. Bubur material dimasukkan ke dalam mesin hidrolisis agar lignin terpisah dari selulosa dan hemiselulosa. Pemisahan ini merupakan proses yang sulit mengingat struktur selulosa dan hemiselulosa terikat kuat dengan lignin.

Tahap berikutnya adalah hidrolisis enzimatis. Selulosa dan hemiselulosa dimasukkan ke dalam reaktor untuk mengambil sari patinya, gula-selulosa yang mengandung gula karbon 6 (C6) atau gula karbon 5 (C5), seperti xylose. Untuk memecah gula tersebut, diperlukan dua spesies bakteri berbeda, yaitu bakteri ragi (Sacharomyces cerevisae) untuk C5 dan bakteri coli, Pichia sp, untuk C6. Glukosa hasil fermentasi ini selanjutnya diubah menjadi etanol menggunakan proses yang sama dengan pengolahan bahan bakar nabati dari zat pati yang berasal dari bahan pangan.

Menurut Yanni, LIPI pernah menguji bahan baku tandan kosong kelapa sawit untuk menghasilkan etanol. Proses dalam skala laboratorium menunjukkan 1 ton limbah padat ini bisa menghasilkan 151 liter etanol. Bahan bakar dalam jumlah besar ini, kata dia, sangat potensial dikembangkan di Indonesia, mengingat negara ini menjadi salah satu penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Tak hanya kelapa sawit, biomassa lignoselulosa lainnya juga bisa diperoleh dari tanaman-tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia.

Jerami sebagai limbah tanaman padi juga bisa diolah menjadi etanol. Demikian pula limbah kayu hutan, yang bisa diolah menjadi energi hijau.
"Perlakuan awal khusus ini membuat harga bioetanol generasi kedua relatif lebih mahal," kata Yanni. "Namun, ongkos ini bisa ditebus ketika bahan bakar fosil semakin langka."
Haznan Abimayu, peneliti Puslit Kimia LIPI, mengatakan aneka pilihan sumber bahan baku energi terbarukan belum termanfaatkan di Indonesia. Sebut saja sisa merang atau batang padi dan ampas tebu. Dua limbah industri pertanian ini mencapai 230 juta ton setiap tahunnya. Jumlah ini bisa dikonversikan menjadi 17,618 miliar liter bioetanol.
Potensi lain berasal dari tanaman aren. Haznan memperkirakan produksi aren di Indonesia bisa dikonversi menjadi 11,7 miliar liter bioetanol setiap tahun. Begitu pula tanaman singkong, yang bisa menghasilkan 180 liter bioetanol untuk setiap hektare lahan per tahun.
"Selain berpotensi besar, tanaman-tanaman tersebut tidak dikonsumsi manusia sehingga pengolahannya tak akan mengganggu stok dan harga pangan nasional," ujar Haznan.
Biofuel dari rumput laut (http://www.lipi.go.id/)

Friday 18 November 2011

Trik Pilih Mobkas Matik



Trik Pilih Mobkas Matik

Setidaknya 10 tahun silam, prospek mobkas bertransmisi otomatis tidak terlalu menggembirakan. Harga jualnya, tidak lebih baik dibanding transporter bertransmisi manual. Atau bisa dipastikan lebih murah dibanding varian manual dengan merek, tipe, dan tahun yang sama.
Namun kondisi saat ini sudah berubah. Kini mobkas matik justru menjadi primadona para pemburu di bisnis ini. Untuk tahun produksi di bawah 5 tahun, harganya cukup kuat dibanding varian manual.
“Selisihnya Rp 6-8 juta dibanding dengan manual untuk merek dan tahun yang sama. Untuk konsumen perkotaan, tipe matik dan tahun muda menjadi favorit,” ujar Ivan Handoyo dari gerai Abadi Jaya Motor di ITC Mangga Dua, Jakarta.
Jelas ini merupakan banderol yang relatif kuat, jika dibanding dalam kondisi barunya. Varian manual dan matik biasanya terpaut selisihRp 10-12 juta.
Bisa jadi, pemahaman perawatan mobil matik sudah mulai tersosialisasi. Anggapan bahwa perawatan mahal serta ketidaktahuan konsumen mulai terkikis.

MODAL BERBURU
Jika berminat membeli mobkas matik, ada beberapa tips dan trik yang mesti diperhatikan sebelum Anda memboyong mobil nyaman ini. Setidaknya pemahaman serta memperbanyak pengetahuan tentang mobil bertransmisi otomatis menjadi modal awal.
“Kalau bisa cari mobil matik di bawah 5 tahun. Periksa seksama bagian mesin dan transmisi untuk memastikan performa mobil masih maksimal,” papar Parman Suanda, Service Manager Plaza Toyota Cabang Tendean, Jakarta.
Segera periksa komponen yang krusial untuk mobil matik. Mulai dari kebocoran hingga pemeriksaan oli ATF. Periksa rutinitas perawatan berkala termasuk penggantian oli ATF hingga pemeriksaan transmisi.
Selain itu, lihat secara kasat mata, hingga mobil diangkat dengan car lift untuk memeriksa badan transmisi dari kolong. Periksa kebocoran paking atau gasket transmisi. Hal ini bisa dilakukan dengan mendeteksi lelehan oli di badan transmisi.
Volume oli ATF juga harus sesuai dengan kebutuhan dan batas toleransi. Periksa melalui dipstick dalam kondisi dingin (cool) dan panas (hot). Kekurangan oli ATF dapat menimbulkan kerusakan pada transmisi.
Deteksi bunyi sesaat tuas perseneling dipindahkan ke posisi ‘D’ (Drive). Bila mesin menderum keras tidak seperti umumnya, potensi kerusakan pada bagian jerohan.
Pindahkan tuas ke posisi ‘D’ sambil tetap menginjak pedal rem. Rasakan serta dengar suaranya. Lepas secara perlahan pedal rem dan biarkan mobil melaju perlahan. Bila masih oke, lanjutkan langkah berikutnya.
Lakukan test drive. Coba Anda pindahkan tuas ke posisi ‘R’ (Reverse) alias mundur. Kalau terasa ada suara aneh seperti gemeretak, potensi kerusakan transmisinya cukup besar. Jangan ambil risiko untuk membelinya, sebaiknya segera memilih mobil lainnya.
Bila Anda yakin, mobil incaran di atas masih bugar, segera beranjak ke soal harga. Bila terjadi deal, mobil matik dengan performa maksimal segera beraksi dalam genggaman kemudi Anda.

Kuras girboks matik 

Sehebat apapun strategi yang disodorkan saat memboyong mobil matik, tetap saja langkah preventif tetap perlu dilakukan. Salah satunya adalah mengganti oli transmisi.
Untuk menganti pelumas transmisi, ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, hanya membuangoli yang berada di bak penampungan. Kedua, menguras oli dengan cara memanfaatkan sirkulasi oli.
“Dalam kondisi kosong, transmisi matik memerlukan sekitar 10 liter oli. Tapi bila hanya membuang oli yang berada di bak penampungan, jumlahnya sekitar 3-4 liter,” terang Iwan Abdurahman, Section Head Technical Dept. PT Toyota-Astra Motor.
Bila menggunakan cara kedua, maka kebutuhan pelumas akan semakin banyak. Sebab dengan memanfaatkan sirkulasi pelumas, otomatis akan ada oli yang terbuang percuma. Bila kapasitas oli transmisi 10 liter, maka kebutuhan oli akan bertambah sekitar 2 liter.
Sekilas cara kedua terlihat benar. Namun dengan memanfaatkan sirkulasi ini, kotoran yang terdapat di bak penampungan akan terdorong masuk ke dalam filter sehingga kemungkinan tersumbat kian besar. Apesnya, mayoritas transmisi matik tidak menempatkan filter di sisi luar.
“Sebaiknya menguras oli transmisi matik menggunakan mesin kuras oli yang memiliki fitur back wash. Jadi sirkulasi dapat dibalik untuk mengeluarkan kotoran yang tersangkut di filter,” terang Tjahja Tandjung, pemilik gerai Toda.


Nicotine as a Gateway Drug
ScienceDaily (Nov. 2, 2011) — A landmark study in mice identifies a biological mechanism that could help explain how tobacco products could act as gateway drugs, increasing a person's future likelihood of abusing cocaine and perhaps other drugs as well, according to the National Institute on Drug Abuse (NIDA), part of the National Institutes of Health. The study is the first to show that nicotine might prime the brain to enhance the behavioral effects of cocaine.

The gateway drug model is based upon epidemiological evidence that most illicit drug users report use of tobacco products or alcohol prior to illicit drug use. This model has generated significant controversy over the years, mostly relating to whether prior drug exposure (to nicotine, alcohol or marijuana) is causally related to later drug use. Before now, studies have not been able to show a biological mechanism by which nicotine exposure could increase vulnerability to illicit drug use.
In the current study, by researchers at Columbia University, New York City, and published in Science Translational Medicine, mice exposed to nicotine in their drinking water for at least seven days showed an increased response to cocaine. This priming effect depended on a previously unrecognized effect of nicotine on gene expression, in which nicotine changes the structure of the tightly packaged DNA molecule, reprograms the expression pattern of specific genes, in particular the FosB gene that has been related to addiction, and ultimately alters the behavioral response to cocaine.
To examine whether the results from this study paralleled findings in humans, the researchers reexamined statistics from the 2003 National Epidemiological Study of Alcohol Related Consequences to explore the relationship between onset of nicotine use and degree of cocaine dependence. They found that the rate of cocaine dependence was higher among cocaine users who smoked prior to starting cocaine compared to those who tried cocaine prior to smoking.
These findings in mice suggest that if nicotine has similar effects in humans, effective smoking prevention efforts would not only prevent the negative health consequences associated with smoking but could also decrease the risk of progression and addiction to cocaine and possibly other illicit drug use. In the meantime, this mouse model provides a new mechanism to study the gateway theory from a biological perspective.
"Now that we have a mouse model of the actions of nicotine as a gateway drug this will allow us to explore the molecular mechanisms by which alcohol and marijuana might act as gateway drugs," said Eric Kandel, M.D., of Columbia University Medical Center and a senior author of the study. "In particular, we would be interested in knowing if there is a single, common mechanism for all gateway drugs or if each drug utilizes a distinct mechanism."
For more information on nicotine and cocaine, go towww.drugabuse.gov/drugpages/nicotine.html andwww.drugabuse.gov/drugpages/cocaine.html.
http://www.sciencedaily.com/releases/2011/11/111102161259.htmNicotine as a Gateway Drug

Sunday 30 January 2011

Human eyes and camera

Pixiq has a great write up on the similarities and differences between the human eye and a camera. Apparently, we're the same in image focusing and light adjustment but different in lens focus and sensitivity to light. What else?What's the Difference Between the Human Eye and a Camera?
Pixiq's breakdown gets even more interesting when they explain how cameras work like our eyes. The cornea acts like a lens, the iris and pupil act like the aperture of a camera and the retina is like the imaging sensor of a digital camera.
There's much more interesting tidbits in their piece and I suggest you skim it all, you might even find out what the ISO of a human eye is. [Gizmodo.com]